Welcome to My Blog :)

enjoy it :)

Jumat, 27 Januari 2012

Adat Istiadat Suku Makassar


ADAT ISTIADAT

A. Adat Perkawinan

Tata cara upacara adat Makassar dalam acara perkawinan sejatinya memiliki beberapa proses atau tahapan upacara adat, antara lain:
  1. A’jangang-jangang (Ma’manu’-manu’).
  2. A’suro (Massuro) atau melamar.
  3. A’pa’nassar (Patenreada’) atau menentukan hari.
  4. A’panaiLeko’ Lompo (erang-erang) atau sirih pinang.
  5. A’barumbung (Mappesau) atau mandi uap, dilakukan selama 3 (tiga) hari.
  6. Appassili bunting (Cemmemappepaccing) atau siraman dan A’bubbu’ ( mencukur rambut halus dari calon mempelai).
  7. Akkorontigi (Mappacci) atau malam pacar.
  8. Assimorong atau akadnikah.
  9. Allekka’ bunting (Marolla) atau mundumantu.
  10. Appa’bajikang bunting atau menyatukan kedua mempelai.

Upacara tradisional tersebut di atas masih memiliki uraian-uraian yang lebih detail dari masing-masing tahapan atau proses. Pada kesempatan ini akan diuraikan tentang tata cara upacara adat:
1. Appassili bunting (Cemmemappepaccing) danA’bubbu’.
2. A’korontigi (Mappacci).
3. Appanai’ LekoLompo (Erang-erang) atausirihpinang, danAssimorong (AkadNikah)
  1. Appassili bunting (Cemmemappepaccing), A’bubbu’ danAppakanre Bunting

Kegiatan dalam tata cara atau prosesi upacara adat ini terdiri dari:

Appassili bunting.
Persiapan sebelum acara ini adalah calon mempelai dibuatkan tempat khusus berupa gubuk siraman yang telah ditata sedemikian rupa di depan rumah atau pada tempat yang telah disepakati bersama oleh anggota keluarga.

Acara dilakukan sekitar pukul 09.00 – 10.00 waktu setempat. Pelaksanaan acara pada jam tersebut memiliki niat atau maksud. Calon mempelai memakai busana yang baru/baik dan ditata sedemikian rupa.
Appassili atau Cemme Mappepaccing mengandung arti membersihkan dengan maksud agar calon mempelai senantiasa diberi perlindungan dan dijauhkan dari mara bahaya oleh Allah SWT.


Prosesi Acara Appassili:
Sebelum dimandikan, calon mempelai terlebih dahulu memohon doa restu kepada kedua orang tua di dalam kamar atau di depan pelaminan. Kemudian calon mempelai akan diantarkan ke tempat siraman di bawah naungan payung berbentuk segi empat (Lellu) yang dipegang oleh 4 (empat) orang gadis bila calon mempelai wanita dan 4 (empat) orang laki-laki jika calon mempelai pria. Setelah tiba di tempat siraman, prosesi dimulai dengan diawali oleh Anrong Bunting, setelah selesai dilanjutkan oleh kedua orang tua serta orang-orang yang dituakan (To’malabbiritta) yang berjumlah tujuh atau sembilan pasang.

Tata cara pelaksanaan siraman adalah air dari pammaja/gentong yang telah dicampur dengan 7 (tujuh) macam bunga dituangkan ke atas bahu kanan kemudian ke bahu kiri calon mempelai dan terakhir di punggung, disertai dengan doa dari masing-masing figure yang diberi mandat untuk memandikan calon mempelai. Setelah keseluruhan selesai, acara siraman diakhiri oleh Ayahanda yang memandu calon mempelai mengambil air wudhu dan mengucapakan dua kalimat syahadat sebanyak tiga kali. Selanjutnya calon mempelai menuju ke kamar untuk berganti pakaian.

A’bubbu’ (Macceko).
Setelah berganti pakaian, calon mempelai selanjutnya didudukkan di depan pelaminan dengan berbusana Baju bodo, tope (sarung pengantin) atau lipa’ sabbe, serta assesories lainnya. ProsesiacaraA’bubbu (macceko) dimulaidenganmembersihkanrambutataubulu-bulu halus yang terdapat di ubun-ubun atau alis.

Appakanre bunting.
Appakanre bunting artinya menyuapi calon mempelai dengan makan berupa kue-kue khas
tradisional bugis makassar, seperti Bayao nibalu, Cucuru’ bayao, Sirikaya,
Onde-onde/Umba-umba, Bolu peca, dan lain-lain yang telah disiapkan dan ditempatkan
dalam suatu wadah besar yang disebut bosara lompo.


2. Akkorontigi (Mappacci).

Rumah calon mempelai telah ditata dan dihiasi sedemikian rupa dengan dekorasi khas daerah bugis makassar, yang terdiri dari:

a.Pelaminan (Lamming)
b.Lila-lila
c.Meja Oshin lengkap dengan bosara.
d.Perlengkapan Korontigi/Mappacci.

Acara Akkorontigi/Mappacci merupakan suatu rangkaian acara yang sakral yang dihadiri oleh seluruh sanak keluarga (famili) dan undangan.
Acara Akkorontigi memiliki hikmah yang mendalam, mempunyai nilai dan arti kesucian dan kebersihan lahir dan batin, dengan harapan agar calon mempelai senantiasa bersih dan suci dalam menghadapi hari esok yaitu hari pernikahannya.

Prosesi acara Akkorontigi/Mappacci:

Setelah para undangan lengkap dimana sanak keluarga atau para undangan yang telah dimandatkan untuk meletakkan pacci telah tiba, acara dimulai dengan pembacaan barzanji atau shalawat nabi, setelah petugas barzanji berdiri, maka prosesi peletakan pacci dimulai oleh Anrong bunting yang kemudian diikuti oleh sanak keluarga dan para undangan yang telah diberi tugas untuk meletakkan pacci. Satu persatu para handai taulan dan undangan dipanggil didampingi oleh gadis-gadis pembawa lilin yang menjemput mereka dan memandu menuju pelaminan. Acara Akkorontigi/Mappacci ini diakhiri dengan peletakan pacci oleh kedua orang tua tercinta dan ditutup dengan doa.
Gambar 9. Prosesi Acara Akkorontigi/Mappacci


3. Appanai’ LekoLompo (Erang-erang) atausirihpinang, danAssimorong
(AkadNikah)

Kegiatan ini dilakukan di kediaman calon mempelai wanita, dimana rumah telah ditata dengan indahnya karena akan menerima tamu-tamu kehormatan dan melaksanakan prosesi acara yang sangat bersejarah yaitu pernikahan kedua calon mempelai.

Beberapa persiapan yang dilakukan oleh kedua belah pihak keluarga:

Keluarga Calon Mempelai Wanita (CPW).
  1. Dua pasang sesepuh untuk menjemput CPP dan memegang Lola menuntun CPP memasuki rumah CPW.
  2. Seorangibu yang bertugasmenaburkanBente (benno) ke CPP saatmemasukigerbang kediaman CPW.
  3. Penerima erang-erang atau seserahan.
  4. Penerima tamu.

Keluarga Calon Mempelai Pria (CPP).

- Petugas pembawa leko’ lompo (seserahan/erang-erang), yang terdiri dari:
  • Gadis-gadis berbaju bodo 12 orang yang bertugas membawa bosara atau keranjang yang berisikan kue-kue dan busana serta kelengkapan assesories CPW.
  • Petugas pembawa panca terdiri dari 4 orang laki-laki. Panca berisikan 1 tandankelapa, 1 tandanpisang raja, 1 tandanbuahlontara, 1 buahlabukuningbesar, 1 buah nangka, 7 batang tebu, jeruk seperlunya, buah nenas seperlunya, dan lain-lain.
- Perangkat adat, yang terdiri dari:
  • Seorang laki-laki pembawa tombak.
  • Anak-anak kecil pembawa ceret 3 orang.
  • Seorang lelaki dewasa pembawa sundrang (mahar).
  • Remaja pria 4 orang untuk membawa Lellu (payung persegi empat).
  • Seorang anak laki-laki bertugas sebagai passappi bunting.

- Calon mempelai Pria
- Rombongan orang tua
- Rombangan saudara kandung
- Rombongan sanak keluarga
- Rombongan undangan.

Prosesi acara Assimorong:

Setelah CPP beserta rombongan tiba di sekitar kediaman CPP, seluruh rombongan diatur sesuai susunan barisan yang telah ditetapkan. Ketika CPP telah siap di bawa Lellu sesepuh dari pihak CPW datang menjemput dengan mengapit CPP dan menggunakan Lola menuntun CPP menuju gerbang kediaman CPW. Saat tiba di gerbang halaman, CPP disiram dengan Bente/Benno oleh salah seorang sesepuh dari keluarga CPW. Kemudian dilanjutkan dengan dialog serah terima pengantin dan penyerahan seserahan leko lompo atau erang-erang. Setelah itu CPP beserta rombongan memasuki kediaman CPW untuk dinikahkan. Kemudian dilakukan pemeriksaan berkas oleh petugas KUA dan permohonan ijin CPW kepada kedua orang tua untuk dinikahkan, yang selanjutnya dilakukan dengan prosesi Ijab dan Qobul.

Setelah acara akad nikah dilaksanakan, mempelai pria menuju ke kamar mempelai wanita, dan berlangsung prosesi acara ketuk pintu, yang dilanjutkan dengan appadongko nikkah/mappasikarawa, penyerahan mahar atau mas kawin dari mempelai pria kepada mempelai wanita. Setelah itu kedua mempelai menuju ke depan pelaminan untuk melakukan prosesi Appla’popporo atau sungkeman kepada kedua orang tua dan sanak keluarga lainnya, yang kemudian dilanjutkan dengan acara pemasangan cincin kawin, nasehat perkawinan, dan doa.

B. Adat Kelahiran


Upacara Daur Hidup (Inisiasi)
Masa kehamilan utamanya pada kehamilan pertama pada suatu keluarga merupakan suatu waktu yang penuh perhatian keluarga kedua belah pihak.
Masa kehamilan pada bulan pertama sampai dengan bulan keempat disebut angngirang. Dalam masa ini muncul keaneh-anehan bagi calon ibu, baik dalam tingkah laku maupun dalam keingin-inginannya. Kedua belah keluarga berusaha memenuhi keinginan calon ibu tersebut terutama yang berupa makanan. Apabila keinginan-keinginan itu tidak dipenuhi akan berakibat tidak baik bagi bakal bayi yang akan dilahirkan. Selama masa kehamilan berlaku pantangan-pantangan bagi si calon ibu, maupun si calon ayah.
Setelah perut calon ibu mulai nampak, maka sepakatlah keluarga kedua belah pihak untuk memanggil dukun yang disebut annaggala sanro. Adapun yang dipanggil, ialah dukun turun-temurun dari keluarga. Memanggil dukun (annaggala sanro) ialah dengan mengantarkan bosarak yang berisi ikatan-ikatan daun sirih, pinang, dan uang  (logam).
Apabila kandungan telah berusia tujuh bulan, maka diadakan upacara anynyapu battang/appakaddok mengngirang yang diebut juga appasilli. Pada upacara ini kedua belah pihak dari keluarga mengadakan macam-macam panganan, di antaranya terdapat kanre jawa picuru (makanan yang mempunyai arti simbolis), serta tidak ketinggalan buah-buahan.
Acara pertama dalam upacara ini, ialah memandikan calon ibu dengan suaminya  (nipassilli) dengan maksud untuk menjaga calon ibu maupun bayi yang akan lahir, dengan mengusir dan menolak pengaruh-pengaruh jahan. Selesai mandi calon ibu dan bapak berpakaian adat, rapih, dan bagus kemudian bersanding menghadapi hidangan yang disediakan dan dikerumuni oleh sanak suami istri tersebut disuruh memilih dari salah satu macam penganan yang tersedia, dengan ketentuan mengambil makanan yang sangat diinginkannya. Dari  penganan yang diambil, dapat diramal jenis kelamin bayi yang akan dilahirkan.
Setelah ada tanda-tand bayi akan lahir, keluarga kedua belah menunggui bersama sang dukun. Menjelang bayi akan lahir, biasanya calon ibu mudah pallammori dengan tujuan agar si calon ibu mudah melahirkan.
Sesudah bayi lahir, maka bayi bersama plasentanya diletakkan di atas kapparak, lalu sang dukun memotong plasenta bayi tersebut. Plasenta kemudian dibersihkan, lalu dimasukkan ke dalam periuk tanah bersama

C.Adat Kematian


Upacara Adat Kematian (Ammateang) dalam adat Bugis Makassar merupakan upacara yang dilaksanakan   masyarakat Bugis Makasar saat ada seseorang dalam suatu kampung meninggal, maka keluarga, kerabat dekat maupun kerabat jauh, juga masyarakat sekitar lingkungan rumah orang yang meninggal itu berbondong – bondong menjenguknya. Pelayat yang hadir biasanya membawa sidekka (Sumbangan kepada keluarga yang ditinggalkan) berupa barang atau kebutuhan untuk mengurus mayat. Mayat belum mulai diurus seperti dimandikan sebelum semua anggota terdekatnya hadir. Nanti keluarga terdekatnya hadir semua, barulah mayat dimandikan, yang umumnya dilakukan oleh orang-orang tertentu yang memang biasa memandikan mayat atau oleh anggota kelurganya sendiri.
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan ketika memandikan mayat, yaitu pajenekang ( menyiramkan air ke tubuh mayat diiringi pembacaan do’a dan tahlil), pasuina ( menggosok bagian-bagian tubuh mayat), Pabbisina (membersihkan anus dan kemaluan mayat yang biasa dilakukan oleh salah seorang anggota keluarga seperti anak,adik atau oleh orang tuanya) dan pamaralui (menyiramkan air mandi terakhir sekaligus mewudhukan mayat). Orang –orang yang bertugas tersebut diberikan pappasidekka (sedekah) berupa pakaian si mayat ketika hidupnya lengkap dengan sarung,baju,celana, dan lain sebagainya. Mayat yang telah selesai dimandikan kemudian dikafani dengan kain kaci oleh keluarga terdekatnya. Setelah itu imam dan beberapa pengikutnya menyembahyangkan mayat menurut aturan Islam.
Sementara diluar rumah, anggota keluarganya membuat usungan (ulureng) untuk golongan ‘to sama’ (tau samara = orang kebanyakan) atau Walasuji ( untuk golongan bangsawan ) yyang terbentuk 3 susun. Bersamaan dengan pembuatan ulureng, dibuat pula cekko-cekko, yaitu semacam tudungan yang berbentuk lengkungan panjang sepanjang liang lahat yang akan diletakan diatas timbunan liang lahat apabila jenazahnya telah dikuburkan. Dan apabila, semua tatacara keislaman telah selesai dilakukan dari mulai memandikan, mengafani, dan menyembahyangkan mayat, maka jenazahpun diusung oleh beberapa orang keluar rumah lalu diletakan diatas ulureng.
Ulureng diangkat keatas kemudian diturunkan lagi sambil melangkah ke depan. Setelah dilakukan 3 kali berturut-turut, dilanjutkan dengan perlahan-lahan diikuti rombongan pengantar dan pelayat mayat menuju areal perkuburan. Iring-iringan pengantar jenazah bisa berganti-gantian mengusung ulureng. Semua orang orang yang berpapasan dengan iringan pengantar jenazah harus berhenti, sedangkan orang-orang yang berjalan/berkendara dari belakang tidak boleh mendahului rombongan pengantar jenazah. Di perkuburan, sudah menanti beberapa orang yang akan bekerja membantu penguburan jenazah.
Sesampai dikuburan, mayat segera diturunkan kedalam liang lahat. Imam atau tokoh masyarakat kemudian meletakan segenggam tanah yang telah dibacakan doa atau mantera-mantera ke wajah jenazah sebagai tanda siame’(penyatuan) antara tanah dengan mayat.setelah itu, mayat ditimbuni mulai tanah sampai selesai. Lalu Imam membacakan talkin dan tahlil dengan maksud agar si mayat dapat menjawaban pertanyaan – pertanyaan malaikat penjaga kubur dengan lancar. Diatas pusara diletakan buah kelapa yang telah dibelah 2 dan tetap ditinggalkan diatas kuburan itu. Diletakan pula payung dan cekko-cekko’. Hal ini juga masih merupakan warisan “kepercayaan lama”(old belief) orang Bugis Makassar, bahwa meskipun seseorang telah meninggal dunia, akan tetapi arwahnya masih tetap berkeliaran. Karena itu, kelapa dan airnya yang diletakan diatas kuburan dimaksudkan sebagai minuman bagi arwah orang yang telah meninggal, sesangkan payung selain untuk melindungi rohnya, juga merupakan simbol keturunan.
Sekarang ini, ada kebiasaan baru setelah jenazah dikuburkan, yaitu imam atau ustadz dipesankan oleh keluarga orang yang sudah meninggal itu agar melanjutkan dengan ceramah dikuburan sebelum rombongan/pelayat pulang dari kuburan. Ceramah atau pesan-pesan agama yang umumnya disampaikan sekaitan dengan kematian dan persiapan menghadapi kematian, bahwa kematian itu pasti akan menemui/dihadapi setiap orang didunia ini dan karenanya, supaya mendapatkan keselamatan dari siksa alam kubur serta mendapatkan kebahagian didunia maupun di akherat, maka seseorang harus mengisi hari-hari kehidupannya dengan berbuat baik dan amal kebajikan sebanyak mungkin. Sebelum rombonga pengiring mayat pulang,biasanya pihak keluarga terdekat menyampaikan ucapan terima kasih sekaligus penyampaian undangan takziah.
Semalaman, di rumah duka diadakan tahlilan dan khatam Al-Quran, yaitu membaca al-Quran secara bergantian. Dari sini mulainya bilampenni, yaitu upacara selamatan sekaligus penghitungan hari kematian yang dihitung mulai dari hari penguburan jenazah.Biasa dalakukan selamatan tujuh hari atau empat puluh harinya. Sekarang ini, upacara bilampenni sudah bergeser namanya menjadi tiga malam saja. Sebagai penutup, pada esok harinya dilakukan dzikir barzanji dan dilanjutkan dantap siang bersama kerabat – kerabat yang di undang. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...